Senin, 26 Januari 2009

Paradoks


Judul buku : Paradoks

Pengarang : Ana Nadyha Abror

Penerbit : Penerbit Tinta (CV. Qalam)

Cetakan :

Tebal : 275 halaman


Novel yang ditulis oleh seorang dosen kelahiran Bukittinggi 20 februari 1959 ini mengambil setting universitas terkemuka di Yogyakarta dengan hiruk pikuk kegiatan akademiknya. Di dalam buku ini diceritakan tentang perjuangan seorang tokoh imajiner dalam menegakkan eksistensi dirinya sebagai seorang yang sangat menjunjung tinggi idealisme dan moral sebagai seorang pendidik. Dalam buku ini kita juga seakan diajak untuk berfikir sejenak, tentang masih layakkah sebuah kampus disebut sebagai lembaga yang berpenghuni orang-orang yang berakal fikiran paling waras? Masih tepatkah kampus dikatakan menara gading dari para pejuang idealisme dan pengusung moralitas? Hal yang membuat menarik pula karena kita diajak untuk mengetahui lebih dalam tentang pertanyaan-pertanyan tersebut bukan hanya dengan melihat dari luar saja tapi mencoba melihat dengan perspektif “orang dalam”. Hal inilah yang semakin membuat kita lebih yakin untuk menjawab TIDAK atas pertanyaan-pertanyaan diatas.


Novel yang lebih tepat disebut novel kreatif non fiksi ini mengangkat kisah “nyeleneh” dari para “petinggi” kampus yang amat membuat resah sang tokoh utama, elwin fredo, seorang dosen nyentrik, dokter lulusan Universitas Keio Jepang. Cerita dalam novel ini berawal dari keputusan aneh seorang doctor yang menolak diangkat menjadi seorang professor setelah mendapat wangsit dari mendiang ayahnya, dari sinilah semuanya berawal. Membaca novel ini kita juga diajak menyaksikan tidak hanya kejelian serta kecerdikan sang tokoh utama dalam membalas ketidakwarasan seniornya. Tetapi juga untuk menyaksikan tipe2 orang yang berada di dalamnya, para professor nyeleneh yang haus pujian, maniak jabatan, calo proyek penelitian, bahkan gila perempuan.


Lebih dari itu novel ini menunjukkan kepada kita kerasnya perjuangan tokoh utama dalam menegakkan eksistentsix sebagai pejuang idealism dan pengusung moralitas, dan tidak selamanya terjalin hubungan atas berderetnya gelar dengan warasnya akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar